November 14, 2012

[FF Chaptered] The Third Chance Ch.1



Title: THE THIRD CHANCE ch.1

Author: Choi Ye Joon/ Yunn Wahyunee (www.facebook.com/Yunn.Yunee)


Main Casts: Choi Yoon Ni (Imaginated character), Park Chan Yoel (EXO-K), Kris (EXO-M)


Suport Casts: Kim Jong In/ KAI (EXO-K), Oh Sehun (EXO-K), Do Kyung Soo/ DO (EXO-K), Kim Jun Myeon/ Suho (EXO-K) etc.


Genre: semi romance (?), Friendship


Length: Chaptered


Rating: General

Choi Yoon Ni POV
Aku selalu tertawa. Saat senang aku akan tertawa, saat sedih aku juga akan tertawa. Adakah yang aneh denganku? Aku juga tidak tahu. Terkadang orang-orang disekitarku akan menganggap hidupku sangat beruntung dan menyenangkan, sangat sempurna tidak seperti hidup mereka yang sulit. Mereka akan tertawa saat senang dan menangis saat sedih. Adakah yang aneh dengan hidupku? Aku juga tidak tahu.

Begitulah aku, seorang gadis yang kata mereka sangat beruntung. Tetapi aku tidak sependapat dengan mereka. Aku adalah gadis yang sangat tidak beruntung. Mereka sama sekali tidak tahu bahwa aku akan menangis melebihi mereka ketika aku sedih. Aku orang yang pandai berbohong, aku akan selalu tertawa dihadapan mereka. Aku selalu berkata kalau aku sangat senang, aku gadis yang bahagia. Bodohnya mereka bisa dengan mudah percaya padaku.

Aku tinggal sendiri untuk saat ini, dimulai sejak aku berumur 16 tahun. Aku tinggal sendiri bukan karena aku tidak memiliki orang tua ataupun keluarga, aku memiliki keduanya. Aku sangat beruntung, itupun kata mereka, bisa melanjutkan sekolahku di kota besar jauh dari tempat kelahiranku. Aku tidak pintar, tetapi memiliki sedikit bakat. Itu sebabnya aku mendapat kesempatan untuk bersekolah secara gratis disalah satu sekolah menengah atas terkenal di Seoul.

Berat rasanya meninggalkan ayah, ibu, dan kedua adik laki-lakiku. Namun senang rasanya melihat mereka senang dan sangat bangga padaku, semua itu cukup untuk membuat aku bertahan sampai sekarang. Sebenarnya secara teknis aku tidak tinggal sendiri di Seoul. Kakak laki-laki tertua ibuku berdomisili di Seoul dan mengajak aku tinggal bersamanya, tetapi aku memilih untuk tinggal sendiri. Aku tidak mau merepotkan kakak ibuku dan keluarganya.  Dengan berbagai pertimbangan akhirnya mereka mengizinkan aku tinggal sendiri. Walaupun hanya berjarak 3 rumah dari rumah mereka, aku tetap senang asalkan jangan seatap dengan mereka.

Berada di seoul dan jauh dari teman-temanku sebelumnya, tidak merubah keadaan. Aku tetap dianggap sebagai gadis yang memiliki kehidupan yang sangat sempurna. Mendapatkan teman baru tidaklah sulit bagiku, aku cukup berkata beberapa patah kata sambil tersenyum, kemudian mereka akan tertawa dan menjadi temanku.

Choi Yoon Ni, itu namaku, gadis periang yang memiliki penampilan sedikit berbeda dengan kebanyakan gadis-gadis di seoul maupun tempat asalku. Aku bukan keturunan korea selatan asli. Kakek dan nenekku dari pihak ayah berasal dari Indonesia, namun mereka sangat terobsesi dengan korea selatan dan pindah kewarganegaraannya menjadi warga negara korea selatan. Lucunya mereka juga mengganti nama mereka dengan nama-nama yang biasa orang-orang korea gunakan.  Kemudian ayahku menikah dengan ibuku yang orang korea selatan asli, itupun karena obsesi kakek dan nenek.  Benar-benar tidak bisa dipercaya, aku selalu menganggap apa yang dilakukan kakek dan nenek sangat kekanak-kanakan.

Pada akhirnya aku yang kena imbasnya. Awalnya orang-orang yang melihat aku akan menganggap kalau akan hanyalah turis yang sedang berbelanja di mYoondoeng atau berjalan-jalan di istana chandoekgung. Kemudian mereka akan terkesima karena aku pasih dalam berbahasa korea (tentu saja karena aku lahir dan besar di korea selatan). Lebih parah lagi ketika aku memperkenalkan diri di sekolah. Aku tidak bisa membayangkan apa yang ada dibenak teman- teman sekelasku.

Untungnya hanya aku yang mengalami hal itu, karena hanya aku yang benar- benar mengcopy seluruh gen fisik ayahku. Sedangkan kedua adik laki-lakiku mengcopy semua yang dimiliki ibu. Bagian ini aku sangat tidak beruntung, tetapi kata kakek dan nenek aku tetap beruntung.

Aku tidak setinggi gadis- gadis seumuranku (tentu saja di korea selatan). Aku tidak memiliki kaki sejenjang milik mereka. Aku tidak seputih, secantik dan seanggun mereka. aku hanya terlihat seperti murid pertukaran pelajar dari Indonesia yang memiliki nama korea untuk sementara dan pasih berbahasa korea. Kulit aku sawo matang, rambutku hitam lurus dan tidak terlalu panjang, dengan mata yang lebar dan memiliki kelopak mata. Tinggi badanku tidak lebih dari 160 cm dengan ukuran badan yang mungil. Untungnya aku tidak gemuk, seandainya aku gemuk, aku akan menyerupai bola.

Aku selalu merasa tidak percaya diri bila harus bermain dengan teman- teman seumuranku. Aku benar- benar berbeda. Namun herannya lagi, mereka menganggap aku sangat beruntung. Aku tidak perlu operasi plastik untuk membentuk kelopak mataku dan aku tidak perlu berjemur untuk mendapatkan kulit yang coklat. Setidaknya dua hal tersebut membuat aku bangga.

Dibalik semua pujian itu tidak sedikit yang mencelaku. Aku adalah “si pendek dari luar angkasa”, begitu mereka menjulukiku. Beberapa teman laki-lakiku di sekolahku sekarang memang sangat usil di kelas, mereka sangat suka melihat aku marah. Aku tidak marah karena di sebut “si pendek dari luar angkasa”, hanya saja mereka selalu bilang kalau aku tidak cocok sebagai seorang ballerina.

Bakatku sebagai seorang ballerinalah yang membawa aku ke seoul. Tidak ada pilihan lain selain aku harus bersekolah di seoul. Semuanya demi cita- citaku dan demi menyenangkan keluargaku. Akhir- akhir ini aku mulai menyerah dengan  cita-citaku itu. Aku berpikir, apa yang dikatakan mereka (teman sekelasku yang selalu mengejek) hampir benar, aku tidak cocok menjadi ballerina.

$$$
Aku membuka mata dengan perlahan. Langit diluar masih cukup gelap dan udara sedikit dingin. Jam di dinding menunjukkan pukul 07:00, aku sedikit terlambat bangun. Sepertinya aku terlalu  capek sehabis membantu bibi membuat kue pesanan pelanggannya. Tertatih- tatih aku berjalan ke kamar mandi. Aku berdiri di depan cermin dan mencubit pipiku sendiri agar cepat tersadar.

“ ironea….Yoon Ni-ah!” aku menguap kemudian mencuci mukaku. Air keran itu terasa sangat dingin.

Akhirnya aku memutuskan untuk mandi dulu sebelum menyiapkan sarapan. Setelah mandi aku bersiap- siap untuk ke sekolah sambil menyiapkan air panas. Sebenarnya tidak perlu repot untuk menyiapkan sarapan, aku hanya perlu membuat segelas susu coklat hangat. Aku tidak pernah sarapan lebih dari itu, aku akan benar- benar merasa lapar ketika menjelang makan siang. Kebiasaan makan yang buruk menurut ibuku. Sebelum berangkat sekolah tidak lupa aku menyapa ikan-ikan hias peliharaanku. Mereka cukup membantuku ketika sedang kesepian.

$$$
“annyeong haseyo…eonnie!” sapa sepupuku yang aku temui di jalan.

“oh…annyeong haseyo, soe min-ah!” aku tersenyum padanya.

“eonnie sudah sarapan?”

“kerroem… ndo?”

“ne…” ia terdiam sejenak. “ eonnie… boleh aku bertanya?”

Aku sedikit terkejut. Anak berusia 8 tahun ini sangat banyak tanya. “nde?”

“kenapa eonnie terlihat sangat berbeda denganku?”

Aku menghela napas. ia selalu menanyakan pertanyaan itu. “karena aku beruntung” aku mencoba tersenyum dan menunggu reaksinya. “seo min-ah… bisnya sudah datang. Pallie!” aku sangat bersyukur ada bantuan tak terduga.

Sepupuku yang satu ini sangat mandiri. Dia lebih memilih berangkat sendiri ke sekolah menggunakan bis dibandingkan akan diantar dengan mobil pribadi oleh ayahnya. Sangat mandiri dan terkadang sangat cerewet dan merepotkan bagiku. Aku menghela napas lega karena dia tidak duduk disampingku. Ia sedang asyik mengobrol dengan teman sekelasnya yang terbujuk rayuan dia untuk menggunakan bis sendirian ke sekolah.

$$$
Aku melangkah dengan riang ke kelasku. Belum ada siapa- siapa dikelas. Aku selalu datang pertama, sungguh sangat rajin. Aku menaruh tasku di tempatnya biasa berada, meja pertama di dekat jendela. Daripada bengong sendirian dikelas aku memilih mendengarkan musik di tempat favoritku. Tempat itu begitu nyaman, berada digedung yang sama dengan kelasku. Tempat itu sebuah tangga darurat, yang berada di samping gedung. Tidak banyak murid yang ke tempat itu, karena tidak ada yang bisa dilihat dari situ. Hampir 4 bulan tempat ini menjadi basecampku. Ini tempat aku biasa sendiri, menangis terdiam tanpa ada airmata yang mengalir.

Tidak sadar, cukup lama aku mendengarkan lagu dengan headset dan volume cukup besar dibasecampku. Hampir aku tidak bisa mendengar bel berbunyi. Beruntung saat bel berbunyi, musik yang beralun sedang mellow-melownya. Aku segera berlari ke kelas dengan langkah yang kecil.

“Yoon Ni-ah! Kau kemana saja eoh? Tasmu ada, kamunya kagak ada.” Celoteh hye sun, dia teman dekatku sejak aku masuk sekolah ini.

Aku tersenyum.  mian… tadi aku mencari udara seger”

“annyeong….si pendek dari luar angkasa!” ia menarik pita dirambutku.

“annyeong… Jong In-ah” kataku sambil berusaha mengambil pitaku lagi. Ia menjunjung tinggi tangannya. Aku susah untuk menggapainya. “berikan!!!”

“kau lupa minum susu peninggi badanmu pagi ini. Yoon Ni-ah?” ejeknya.

Aku memelototinya. “terserah kamu saja! Makan itu pita.” Aku pun duduk ditempatku. Meladeninya akan membuat ia lebih senang.

“Yaa…we gurraeyo? Kamu nyerah?” ejeknya lagi

“ kalo kamu emang mau pita itu, ambil aja! Aku tau kamu pengen make,kan?”

Jong In naik pitam. “morago? Dasar si pendek dari luar angkasa, nih…ambil pita jelekmu” ia melempar pita itu tepat mengenai kepalaku.

Aku mencoba bersabar. “sabar….!” Gumamku.

“yakkk…Jong In-ah! Kamu keterlaluan tau!” Hye sun, mencoba membelaku.

“apa!!!!? Hey…hye sun-ah, kamu mau-maunya berteman sama ni anak? Ketularan aneh kamu entar” Jong In melempar kepalaku sekali lagi dengan kapur.

“Yoon Ni-ah jangan dengerin dia! Ne?”

“si pendek dari luar angkasa… balik ke asalmu sana. Mana ada ballerina bantet kayak kamu?”

Aku mencoba tetap konsentrasi membaca bukuku dan mengacuhkan dia. Aku mencoba tersenyum mendengar ejekan dia dan menganggapnya tidak penting. Ia terus saja melempari kepalaku dengan kapur. Sesekali hye sun mencoba menghalangi kapur itu mengenai kepalaku. Teman- teman yang lain hanya bisa menonton. Mereka tidak berani melarang Jong In, Kim Jong In, karena ia anak kepala sekolah.

“ibu guru mana sih? Lama bener?” hye sun kewalahan menghalangi lemparan kapur yang sengaja dipersiapkan Jong In dari rumah.

“hey… ballerina bantet! Kenapa diem aja?”

Aku tidak sabar lagi. Aku tutup buku yang aku baca dan membantingnya di meja. “ morago?” kataku memelototinya.

“wahh…lihat matanya! Cuma matamu aja yang gede. Uh…takut” katanya sambil tertawa dengan gengnya.

Agak sedikit kasar aku menyuruh hye sun menyingkir dari jalanku. Aku berjalan ke arah Jong In dengan tetap memelototinya. Ia merasa tertantang dengan apa yang aku lakukan. Ia menaruh kotak kapur yang sedari tadi ia gunakan untuk melempariku dan berjalan menghampiriku juga.

“apa maumu, ballerina bantet?” ejeknya lagi.

“tarik kata-katamu itu..atau…” ancamku.

“atau apa? Ha!!!!”

Aku menunduk dan melepas sepatuku. Jong In hanya terpaku, tidak ada ide tentang apa yang akan aku lakukan. Sebelum sempat ia mundur satu langkah dari posisinya, aku loncat setinggi- tingginya dan memukulkan sepatuku ke kepalanya. Sangat tidak beruntung baginya, karena sepatuku memiliki heels sekitar 3 cm dan itu sangat keras.

“Yoon Ni-ah!” teriak hye sun

Jong In memegangi kepalanya dan menjumpai sedikit darah dikepalanya. “yak… ndo! Kamu mau ngebunuh aku ha!!!?” ia meringis kesakitan.

“hey…apa yang kalian lakukan?” teriak ibu guru yang secara jelas melihatku saat menghantam kepala anak kepala sekolah. “bawa Jong In ke ruang perawat”

Jong In dibawa ke ruang perawat dengan kepalanya yang masih mengeluarkan darah. Aku kembali memasang sepatuku dan berjalan ke arah pintu kelas. Aku berniat menuju ruangan ibu Park Han Mu, ibu guru yang baru saja masuk kelas, untuk menerima hukuman. Dengan wajah tersenyum aku permisi padanya.

“kamu mau kemana?” tanyanya padaku.

“ke ruangan ibu untuk menerima hukuman” kataku sambil tersenyum.

Ia mencubitku. “kamu selalu saja begini. Bisa- bisanya tersenyum untuk menerima hukuman? Sudahlah lupakan… kamu tidak akan dapat hukuman dariku saat ini. Aku tau kamu enggak salah. Duduk sana”

“ne…gomapsumnida sensanim” aku kembali ketempat dudukku.

Hye sun yang duduk di belakangku mencolek pundakku. “ kamu memang beruntung!”

“arayoe!!!”

$$$
Aku berjalan merunduk dengan headset terpasang ditelingaku. Aku akan berpura-pura tidak dengar jika seseorang menyapaku. Sudah beberapa hari ini aku tidak menelepon ke rumah. Mereka juga tidak meneleponku. Aku rindu ayah, ibu, kedua adik laki-lakiku dan nenek serta kakekku yang aneh tetapi menyenangkan. Aku ingat beberapa kata dalam bahasa Indonesia yang mereka ajarkan padaku. Sangat sulit mengucapkannya karena lidahku sudah terbiasa dengan bahasa korea sendiri.

Langit sudah hampir gelap. Bibi dan paman tidak meneleponku untuk diajak makan malam. Sepertinya aku harus memasak sendiri malam ini. Berjalan di sore menjelang malam memang tidak terlalu melelahkan, aku suka melakukannya sekedar untuk berolah raga.

Perutku mulai lapar. Aku memutuskan untuk mencari jajanan dipinggir jalan. Kalau aku kenyang dengan itu, aku tidak perlu memasak apapun malam ini. 4 bulan cukup bagiku untuk mengenal beberapa daerah di seoul. Aku tahu dimana tempat enak untuk makan, tempat murah untuk berbelanja dan tempat – tempat yang tidak baik untuk dikunjungi gadis seumuranku.

Kubiarkan headsetku tetap menggantung dileher dan memasukkan tanganku di dalam saku seragam sekolahku. Ramai juga malam ini di Hongdae, tempat kumpulnya anak- anak muda Seoul. Aku biasanya hanya lewat di sekitar hongdae untuk mencari beberapa dobbokki dan jajanan lainnya. Udara juga cukup dingin malam ini, aku harus segera pulang setelah membeli beberapa camilan favoritku.

$$$
Tidak seperti biasanya bis yang aku naiki sepi, tidak banyak penumpang. Apa aku pulang terlalu malam? Aku lirik jam tanganku. Aku hanya terlambat 1 jam dari jam biasanya aku pulang. Tangan kiriku memegangi satu plastik besar camilan. Aku akan pesta besar malam ini. Sayangnya aku tidak akan bisa gemuk walaupun memakan camilan satu truk. Makan camilan sebanyak itu juga tidak membuat aku tambah tinggi. Sangat menyebalkan.

Bis yang aku tumpangi berhenti di halte tempat aku menunggu tadi pagi. Hanya ada beberapa orang yang hendak naik. Apa semua orang berkumpul di hongdae pada jam segini? Aku mulai berpikir ini itu. Aku kembali berjalan sambil tertunduk menuju rumahku. Agak repot dengan membawa bungkusan besar makanan di tangan kiriku. Tas punggungku juga cukup berat.

“hahh… beginilah kalau memiliki badan terlalu mungil. Apa- apa jadi susah.” Gumamku sendiri

Seseorang tiba- tiba memegang pundakku dari belakang. Aku terkejut setengah mati. Apakah orang jahat?

“Permisi!!!” orang itu berbicara dengan bahasa yang tidak aku mengerti. Aku menoleh kearahnya. “Permisi…bisa saya bantu?” aku semakin tidak mengerti.

“Mwo?” wajahku pasti terlihat sangat oon.

“ahh… excuse me! May I help you? Are you lost?” orang itu berbicara dengan bahasa inggris padahal di orang korea.

“Yak.. negea boyae?” aku mulai kesal.

“oh…kamu bisa berbahasa korea dengan baik?” sekarang orang itu berbicara dengan bahasa korea.

“kerroem.. aku lahir disini, kewarganegaraanku korea. Masak kagak bisa bahasa korea? Aneh deh”

“mianhae… aku kira kamu turis yang nyasar. Kamu tidak dari Indonesia?” tanyanya lagi tidak percaya.

Aku mulai kesal. Aku taruh belanjaanku begitu saja di trotoar. “kamu tidak percaya aku? Liat aku pake seragam SMA di seoul” aku mengeluarkan dompetku dan mengambil kartu pelajarku. “nih liat! Aku lahir, besar dan akan mati disini”

Orang itu tertawa. “ah…mianhae. Kamu seperti orang Indonesia. Joengmal mianhae… aku baru balik dari Indonesia. Jadi…ah”orang itu kikuk.

“ne ara… aku kagak butuh riwayat hidupmu. Annyeong!!!” aku pun meninggalkan orang itu.

$$$
Park Chan Yoel POV
Gadis yang aneh. Sumpah, aku kira tadi dia turis yang kesasar. Padahal mau berniat baik, tetapi aku malah kena marah. Ini malam kedua aku di Seoul setelah hampir 2 tahun tinggal di Indonesia. Aku harus tinggal di Indonesia karena urusan bisnis ayahku. Ia sama sekali tidak mempercayaiku untuk tinggal sendiri di Seoul dan jauh dari pengawasannya. Ibuku memang sudah tiada, jadi ayah ekstra hati-hati dalam mengurusku anak semata wayangnya.

Aku masih terpikir gadis tadi. Untuk seorang gadis korea selatan, dia tidak memenuhi kriteria. Dia lebih mirip gadis Indonesia yang selama 2 tahun belakangan ini aku lihat. Benar-benar membuat penasaran. Apakah ia murid pertukaran pelajar? Tetapi tempat lahirnya di Daegu. Apakah bapak ibunya orang Indonesia yang menetap di korea selatan? Tetapi dia berkewarganegaraan korea selatan. Aku benar- benar bingung.

“ahh….michigessoe!!!” teriakku.

$$$
Ayahku memang hebat. Aku tidak perlu menunggu lama untuk mulai bersekolah lagi. Aku hanya perlu menyebutkan sekolah mana yang aku mau, kemudian ayah akan mengurusnya. Aku memang anak tunggal yang akan mendapatkan apapun yang aku mau. Namun terkadang aku bosan. Hidupku terlalu sempurna, tidak ada tantangan yang berarti.

Aku pelajar tahun kedua disebuah sekolah menegah atas swasta terkenal di seoul. Sekolah ini khusus bergerak dibidang pendidikan menjadi pebisnis handal. Ayahku memang tidak memaksa aku untuk meneruskan usahanya. Aku memang ingin membahagiakan ayahku dengan menjadi penerusnya yang benar benar berbakat.

$$$
Choi Yoon Ni POV
Seperti biasa aku tiba di sekolah terlalu pagi. Aku berniat untuk menunggu hye sun di pintu gerbang sekolah. Aku serasa  security saja menunggu didepan gerbang. Dua botol susu yang masih hangat aku pegang erat. Sedangkan satunya lagu menempel di bibirku. Tadi pagi aku malas memasak air, jadi aku membeli beberapa botol susu instan di minimarket 24 jam.

“Yoon Ni-ssi” panggil security sekolah yang sebenarnya.

“ ne…ajushi?”

“ menunggu seseorang? Sebaiknya masuk kelas saja, udaranya cukup dingin.” Katanya. Terdengar nada khawatir.

Aku tersenyum. “ aniyeyo…ajushi! Kwaenchana. Aku menunggu hye sun. aku tidak akan sakit hanya dengan udara yang cetek begini.”

“ne..arasoe” security itu balas tersenyum padaku.

Apa aku terlihat sangat menyedihkan? Kecil- kecil begini aku cukup tangguh untuk melawan 10 laki-laki berotot. Aku menghela napas, tanpa melepaskan sedotan susu dari mulutku. Aku memang tidak beruntung. Orang yang tahu betul kalau aku orang korea akan menganggapku sebagai gadis yang lemah. Sedangkan orang yang tidak mengenal aku akan menganggap aku turis kesasar.

Beberapa murid sudah mulai berdatangan. Beberapa diantara mereka melihat kearahku kemudian berbisik satu sama lain. Aku lebih senang kalau mereka lewat begitu saja dan mengacuhkanku. Tetapi aku juga bodoh, tanpa sadar aku akan menyapa mereka dengan senyuman. Aku sama sekali tidak bisa mengontrol diriku. Aku memang gadis yang sangat murah senyum.

Tidak ada tanda- tanda hye sun sejak tadi. Akhirnya aku mengambil ponselku dan mengiriminya pesan.

YA…HYE SUN-AH…ODIGAE? AKU MATI BEKU NUNGGUIN KAMU TAU!!!!

Beberapa deti kemudian ia membalas. AH…MIANHAE! SEBENTAR LAGI AKU SAMPE KOK. TUNGGU…

NE..ARA!, balasku

Dua botol susu yang aku pegang sedari tadi sudah mulai dingin. Aku melihat jam tanganku, hampir satu jam aku menunggunya di sini. Hidungku sudah sangat gatal, rasanya ingin bersin. Anak kepala sekolah yang sombong itu hanya melirikku tadi dari atas motornya ketika ia lewat. Aku memelototinya balik, dan ia segera berlalu.

“hacihhhh…” akhirnya aku bersin juga. Kuku tanganku mulai biru. “hacih..”

Sudah tidak banyak murid yang datang. Tentu saja 30 menit lagi pelajaran akan dimulai. Hye sun belum kelihatan. Katanya ia sudah dekat, tetapi sampai sekarang batang hidungnya tidak terlihat. Aku akan mengomelinya.

HYE SUN-AH… KAMU MAU MATI? AW….

“hacih” aku belum sempat mengirim pesan itu ke hey sun. bersin- bersin itu menganggu lagi. “hacih..”

Seseorang memberikan aku tissue. “ nih…apa yang kamu lakukan disini? Kamu bisa sakit”

“mwo?” aku mengambil tissue yang ia sodorkan padaku “ gomawo” aku tidak berani melihat wajah orang yang memberi aku tissue, karena aku tahu siapa dia.

“Yoon Ni-ssi… kwaencahana? Sepertinya kamu akan kena flu.”

Suaranya benar-benar membuat aku deg-degan. “ aniyeyo…sunbaenim! Gomapsumnida.”

“ ara…nih ambil semua. Kamu akan membutuhkannya. Jangan lama-lama berdiri disitu.masuklah.”

“ne..”

“annyeong” ia pun pergi.

Aku menghela napas lega. Aku hanya bisa melihat punggungnya sekarang. Punggung yang sangat bidang.

“hey…kamu kenapa? Ayo masuk!” hye sun membuyarkan lamunanku.

“ne…” kataku sambil senyum-senyum tidak jelas

“yaaa…tadi itu kris oppa kan?”

Aku kaget, dari mana dia tahu?. “ne…kris sunbae”

Hye sun tertawa. “ sunbae? Kolot kamu…kamu suka dia ya?”

“ anio…”

“jangan bohong deh sama aku. Aku tau senior kita yang berasal dari china tu memang cakep abis. Biasa bangetlah kalo banyak yang suka. Termasuk kamu.”

“ah…ayo masuk!”

$$$
Aku memang suka dengannya. Aku tipe orang yang akan suka seseorang karena pertama suaranya. Suaranya harus berat dan berwibawa, harus membuat aku merinding. Kedua mata dan senyumnya, aku tidak bisa menjelaskan bagaimana aku bisa suka tetapi yang pasti aku tiba-tiba suka. Dan ketiga adalah punggungnya. Punggung yang sepertinya hangat untuk dipeluk.

“hahhh… That is imposible possibility!” gumamku

“ weo?” hye sun mendengar gumamanku.

“ ya,,hye sun-ah! Tinggimu berapa, terus beratmu?”

“ tinggiku 168 cm dan beratku sekitar 50. Weo?”

Aku menghela napas panjang. “ kamu benar-benar anak SMA. Sedangkan aku, SD”

Hye sun bingung. “ yak…kamu kenapa sih?”

“ kamu tahu tinggiku cuma 159,25 cm, tetapi aku selalu bilang 160. Kemudian beratku tidak lebih dari 42kg.”

“ aigoo…kamu benar-benar kecil. Kemudian bagaimana dengan saudaramu?”

“ adik-adikku jauh lebih besar dari aku dan mereka bermuka korea.”

“ jangan-jangan kamu anak angkat lagi.” Hye sun mulai meledek

“ enak saja! Aku sangat mirip dengan Appa yang berwajah Indonesia banget.”

Hye sun tidak bisa menahan tawanya. “ ada apa dengan kamu? Ternyata Choi Yoon Ni yang selalu tertawa bisa sedih juga?”

“ memangnya kamu pikir aku apa? Bukan manusia? Aku hanya tidak bisa benar-benar terlihat sedih di depan orang-orang. Aku kagak tau kenapa.”

“ sudahlah…kamu gadis yang beruntung. kalau aku jadi kamu akan akan sangat senang karena kamu istimewa. Kamu itu bagai boneka tau!”

“boneka?”

Hye sun mengangguk. “ kamu terlihat selalu ceria walaupun terkadang galak. Matamu yang besar dan bulat dengan rambut hitam lurus serta badan yang mungil, benar- benar seperti boneka.”

“morago?”aku tertawa terbahak. Hye sun sangat tidak pandai berbohong.” Jangan mencoba membuat   aku terbang ya? Lagian tidak ada boneka memiliki warna kulit kayak aku”

“ aku jujur… ibuku bilang begitu. Oppaku juga, seandainya dia belum menikah, dia ingin menikah denganmu. Gadis korea membosankan, dan begitu- begitu saja rupanya. Begitu katanya”

 Aku tidak bisa berhenti tertawa. “ aku rasa oppamu sedikit tidak waras.”

Hye sun marah bukan main. Ia mengejarku dan mencubitiku. Aku senang seandainya apa yang dikatakan kakak hye sun benar. Aku akan lebih senang juga seandainya kris sunbae juga berkata begitu

$$$
Aku mencoba mempaskan penggaris yang aku bawa dengan sebuah objek di depan mataku. Aku benar- benar terlihat seperti orang gila. Untung saja tidak akan ada orang yang melihatku, karena aku sedang berada di basecampku. Disebuah kursi taman yang tidak jauh dari basecampku, ada seseorang yang sedang tertidur disana. Sebenarnya orang itulah yang coba aku ukur dengan penggarisanku dari jauh. Aku mencoba mengira seberapa tinggi orang itu dengan berbagai macam skala yang aku karang sendiri.

“ sunbaenim… tinggimu 189 cm? daebak… hampir 2 meter? Sedangkan aku? Kita sama sekali tidak cocok. Kamu sangat putih, dan aku? Kamu sangat ganteng, dan aku? Ah….michigessoe Yoon Ni-ah. Ini benar- benar tidak mungkin.”

Aku mulai meronta-ronta tidak karuan. Aku sama sekali sadar kalau orang yang sedang tidur dibawah pasti akan terbangun. Aku menjambak diriku, menampar diriku sendiri. Aku memang benar- benar dan sangat tidak waras untuk saat ini. Hingga akhirnya tanpa sengaja aku membenturkan kepalaku ke dinding.

“ auch…” teriakku spontan. Aku segera menutup mulutku dan menahan sakitnya.

Orang yang tidur dibawah tadi akhirnya terbangun. Aku bingung harus bersembunyi dimana. Sudah jelas aku akan kelihatan. Aku mencoba menutupi wajahku dan tidak bergerak sama sekali agar tidak ketahuan. Orang itu melihat ke arahku.

“Yoon Ni-ssi…kwaenchana?” katanya.

“mwo? Dia tau kalo ini aku? Mati aku…” aku akhirnya tidak bersembunyi lagi.

“kwaencahana?” tanyanya lagi

Aku mencoba merapikan rambutku yang sempat berantakan. “ ne….kris sunbae”

“mianhae…aku membuat tempatmu jadi tidak nyaman.”

“ah…aniyeyo. Aku cuma kebetulan lewat” kataku sambil tersenyum.

Kris sunbae tertawa. “chinca? Seingatku…aku melihatmu duduk setiap hari disitu sambil mendengarkan musik.”

“nde?” aku malu bukan kepalang.

Kris sunbae mengangguk. “ sepertinya kamu suka tempat ini.”

“ne…karena disini sepi.” Jawabku malu-malu

“ aku juga suka. Karena aku bisa tidur dengan tenang. Emmm….bolehkah aku ke sini lagi?”

“morago?” aku kaget.

Ia tertawa. “ bolehkah aku meminjam tempatmu untuk tidur lagi disini?”

“ kerroem… lagian ini bukan tempatku, jadi siapa saja bisa berada disini.”

“oke…gomawo! Annyeong”

“ne…sunbaenim.”

Kris sunbae tersenyum lagi. “ah… aku jadi merasa tua kalo kamu panggil aku dengan sebutan itu. Pake saja sebutan Oppa, eoh?”

“ah…ne! sunba…eh…kris oppa”

“oke aku pergi…Yoon Ni-ah” ia pun pergi.

$$$
Park Chan Yoel POV
Udara dingin menusuk tulangku. Sepertinya aku tidak akan menggunakan motor untuk ke sekolah hari ini. Ayahku menyarankan agar aku diantar supir ke sekolah, tetapi aku menolak. Menggunakan bis tidak ada salahnya, aku juga sekalian ingin jalan-jalan sebentar.

Bis yang aku naiki cukup penuh dengan para pelajar. Aku memilih duduk di bangku paling belakang. Seragam yang mereka kenakan ada yang sama denganku dan ada juga yang seperti berasal dari sekolah lain yang dilewati jalur bis ini. Aku memang rindu suasana seperti ini, selama di Indonesia aku hanya menjalani home schooling dan berteman dengan anak-anak pengusaha teman ayahku. Mereka sangat membosankan. Kerjaan mereka hanya memamerkan kekayaan orang tua mereka.

Aku  bukan tipe anak yang akan menurut begitu saja. Pernah beberapa kali aku kabur saat home schooling dan bermain ke mall. Rasanya sangat beda melihat remaja seumuranku dengan penampilan yang berbeda-beda. Sebenarnya tidak ada yang beda dengan remaja di Indonesia dan di seoul sendiri. Semuanya sama saja, awalnya mengasyikan dan akhirnya membosankan.

Bis yang aku tumpangi berhenti lagi di hatle bis untuk kesekian kalinya. Sejauh ini penumpang yang naik sebagian besar adalah pelajar. Jam baru menunjukkan pukul 8:00 pagi, rupanya mereka tidak ingin kena macet makanya berangkat sepagi mungkin. Aku lupa membawa headset atau earsetku.  Ujungnya aku bergumam, mencoba membayangkan lagu-lagu ke sukaanku. Tatapanku jauh ke luar jendela bis.

Seseorang duduk disampingku. Aku malas untuk melirik siapa yang duduk disampingku. Sepertinya ia memperhatikanku. Dari wangi parfumya ia pasti seorang pelajar perempuan. aku sama sekali tidak tertarik. Aku melanjutkan gumamanku. Semoga pelajar di sebelahku tidak merasa terganggu.

“chogie…” suara itu mengintrupsi gumamanku.

Tanpa menoleh aku menjawabnya. “ne…mianhae. Aku akan berhenti!”

“emmm… kamu mau mendengarkan lagu?”

“ne!” jawabku acuh. “ tapi aku lupa membawa earset ato headsetku. Sial banget aku”

Terdengar kalau gadis itu tertawa. “ kebetulan aku mendapat earset gratis kemaren. Kamu bisa mengambilnya. Aku punya banyak dirumah. “ ia menyodorkanku earset berwarna biru.

Aku melihat ke arah earset itu. “ah…tidak perlu. Kwaenchana.” Aku sama sekali tidak menoleh. Apa gadis ini mencoba menggodaku?

“anio…ambil saja! Ah…aku sudah sampai annyeong” ia pun pergi dan meninggalkan earset itu dipangkuanku.

Aku menghela napas dan hendak mengembalikan earset itu. “ya… aku tidak…”

Aku terdiam begitu saja. Walaupun aku hanya melihat bagian belakang gadis itu, tetapi aku tahu aku mengenalnya. Gadis itu turun disebuah SMA yang tidak cukup jauh dari SMAku. Aku terus memandanginya memasuki SMA itu. Aku baru ingat kalau itu gadis yang aku sangka turis kesasar itu. Akhirnya aku bertemu dengannya lagi. Ada banyak sekali hal yang ingin aku tanyakan padanya.

$$$
Gadis itu benar- benar unik. Ia mungil dan manis sekali. Aku memang sering melihat gadis seperti dia di Indonesia, tetapi ketika dia berada di antara gadis korea, sangat berbeda. Haruskah aku menunggunya di depan sekolahnya nanti? Aku sangat bingung. Earset yang ia berikan padaku akan bisa jadi pertanda kalau dia tertarik padaku? Bisakah?

Aku tidak bisa berhenti memikirkan gadis itu. Walau aku tidak yakin bagaiman rupanya, tetapi aku sangat tertarik. Kulitnya yang sawo matang, rambutnya yang hitam lurus dan badannya yang mungil mirip dengan boneka. Aku harus tahu siapa namanya.

$$$
Choi Yoon Ni POV
Aku terduduk sendiri di kelas. Hye sun belum juga datang. Aku tidak mau menunggunya lagi depan. Gara-gara aku menunggunya, aku kena flu.

“annyeong…si pendek dari luar angkasa!” Jong In sudah datang dengan anak buahnya.

“annyeong..” jawabku ketus. “ kepalamu sudah baikan?”

Ia tertawa. “ weo? Kamu takut aku mengadu pada abhuji? Tenang saja…”

Aku balas tertawa terbahak. “ya anak manja! Aku malah berharap kamu bilang pada appamu dan aku dikeluarkan dari sekolah ini. Wah…aku muak berada disini.”

“morago?” Jong In memasang wajah bloonnya.

“aku bosan dan muak disini. Sebaiknya cepat kamu beritahu appamu dan keluarkan aku dari sekolah ini.” Air mataku hampir tidak terbendung.

Aku mencoba tertawa dan segera keluar dari kelas itu. Jung in dan teman-teman yang lain terlihat begitu kaget mendengar perkataanku. Aku segera berlari ketempat persembunyianku.

$$$
Kim Jong In POV
Aku sangat kaget mendengar ucapannya. Sebenarnya bukan kata-katanya yang membuat aku kaget dan merasa bersalah, tetapi nada suaranya yang terdengar bergetar. Ia sepertinya ingin menangis, tetapi tidak bisa. Baru kali ini aku melihat Choi Yoon Ni, si gadis beruntung yang selalu tertawa, hendak menangis. Aku sangat merasa bersalah.

“ Jong In-ah…!otthoke?” Oh sehun, sahabat dekatku, terlihat khawatir juga.

Aku segera duduk di kursiku. “aku enggak tau. Apa aku terlalu berlebihan? Kamu lihat tadi? Dia tidak pernah seperti itu..” nada suaraku terdengar khawatir.

“arayoe… ternyata Yoon Ni bisa menangis juga”

“yaa…sehun-ah! Kamu ini…”aku menjitak kepalanya.

$$$
Choi Yoon Ni POV
Akhirnya aku tidak bisa mengontrol diriku lagi. Aku hampir saja menangis di depan Jong In dan teman-teman yang lain. Ada apa denganku? Aku mencoba menenangkan diriku dengan mendengarkan beberapa lagu. Aku memejamkan mataku berharap bisa tenang kembali. Tidak berhasil, airmataku sudah tidak terbendung lagi. Aku memangis seadanya, berharap tidak akan ada yang mendegar atau melihatku.

Aku terduduk sambil memeluk lututku dan tetap terisak. Headset dengan musik yang keras masih melekat ditelingaku. Aku bukan gadis yang beruntung, sangat tidak beruntung. aku bukanlah gadis yang selalu tertawa saat ini. Inilah aku yang sebenarnya dan tidak ada yang menyadari itu. Aku tetap terisak.

Musik yang aku dengar sayup-sayup menghilang. Ternyata headset yang aku kenakan sudah berpindah dari telingaku ke leherku. Seseorang telah memindahkannya. Aku segera terdiam, tidak ingin ketahuan tengah menangis.

“kwaenchana?” suara itu mengagetkanku. “ Yoon Ni-ah..kwaenchana?”

Aku segera mengusap air mata yang tersisa dipipiku sebelum menatap sang pemilik suara. “ne!”

Ia memberiku sebuah sapu tangan. “ gunakan ini!”

“ gomawo…!”

“ kwaenchana? Kamu tidak ingin bercerita padaku?” ia terdengar semakin khawatir

Aku mencoba tersenyum. “ kwaenchana… kris sun…ba. Eh..kris oppa”

“chinca? Uljima seyoe!!! Ne?”

“aku tidak menangis.. tadi mataku kelilipan!” aku tertawa, mencoba terdengar natural.

Ia tersenyum. “baiklah aku percaya! Kamu tidak kekelas? Apa mau terus disini?”

“ne!” aku mengangguk perlahan. “ aku enggak bisa menggambar dengan baik, jadi percuma masuk kelas ini.emmm…oppa juga tidak masuk kelas?”

“ah… sekarang jam olah raga! Aku malas harus latihan ini itu. Lebih baik tidur…pengambilan nilainya baru minngu depan”

Aku tertawa kecil. “aku kira oppa murid yang baik dan rajin..ternyata”

“weo?”

Kami berdua pada akhirnya mengobrol dan tertawa bersama. aku sangat senang bisa mengenal kris oppa lebih jauh. Walaupun aku hanya akan menjadi temannya. Itu sudah cukup.

$$$
Menunggu memang hal yang tidak mengnyenangkan. Aku heran, kenapa aku harus menunggu bis selama ini? Padahal biasanya tidak lebih dari 15 menit. Aku sama sekali tidak berminat untuk pulang dengan jalan kaki.

“ah…menyebalkan. Apa bisnya kena tilang? Ato bannya bocor? Seharusnya ada pengganti kan? Apa macet? Tidak mungkin” aku mengomel sendiri.

$$$
Park Chan Yoel POV
Aku sedang asyik mengendarai motor sambil mendengarkan musik dan terkadang ikut bernyanyi. Earset berwarna biru terpasang dengan nyaman ditelingaku. Terlihat sedikit keramaian di pinggir jalan yang aku lewati. Rupanya ada bis yang mogok, tidak biasanya seperti itu. Beberapa penumpang terlihat mengomel. Aku tidak mau ikut repot dan tetap melanjutkan perjalananku.

Aku melewati sebuah SMA yang sepertinya familiar bagiku. Aku baru ingat kalau itu SMA tempat gadis itu bersekolah. Aku memelankan laju motorku. Terlihat beberapa murid menunggu bis di halte yang sepertinya tidak akan datang. Aku tersenyum sendiri mengetahui betapa sialnya mereka hari ini. Aku mengenali salah satu diantara mereka. aku memberhentikan motorku tepat didepan halte bis.

“annyeong haseyo!” aku menyapanya

Ia terlihat bingung dan celingukan kesana kemari. “nde? Na?”

“ ne…ndo!” kataku sambil tersenyum.

“annyeong..apa aku mengenalmu?” katanya ragu

Aku menunjukkan earset yang ia berikan padaku. “ ini!!”

“ah…aku ingat! Kamu namja aneh yang bergumam di bis kan?” katanya spontan membuat semua orang melihat ke arahku.

“morago?”

“ah…mianhae!”

“lupakan….kamu mau pulang? Apa perlu aku antar?”

“ tidak perlu…gomapsumnida”tolaknya dengan halus.

Aku mencoba sedikit memaksa. “ kwaenchana… ini sebagai ganti ini” aku menunjukkannya earset itu lagi.

“aku akan menunggu bis saja”

“ bisnya tidak akan datang, sedang mogok” kataku sedikit terkekeh

“chinca?” ia nampak berpikir. “ oke…untuk kali ini saja. Aku tidak punya pilihan lain, aku harus segera pulang.”

“ne” kataku dengan senyum senang.

“maaf merepotkan….gomawo”

“ne….aku akan mengendarai motornya pelan-pelan. Jadi tenang saja”

Ia hanya tertawa mendengar perkataanku.

$$$
Aku sampai disebuah rumah atap yang cukup mungil. Persis sama dengan sang pemiliknya.

“ gomawo!” katanya lagi

“ah..ne!emmm…boleh aku tahu namamu?”

Ia tersenyum padaku. “ kalo cuma nama enggak masalah. Choi Yoon Ni imnida!”

“oh… Park Chan Yoel Imnida”

“ nama yang bagus…apa kamu punya pertanyaan lain?”

Aku bingung. “ maksudnya?”

“seperti… apa aku orang korea sungguhan?” katanya sambil terkekeh.

Aku juga ikut tertawa. “ tidak perlu, aku sudah tau. Permisi!” aku pun pergi

“ mwo?” katanya heran.

$$$
Pagi ini aku sengaja naik bis ke sekolah. Berharap bisa bertemu lagi dengannya. Namun aku sedang sial, aku tidak bertemu dengannya. Aku meyakinkan diri kalau masih ada kesempatan untuk bertemu dengannya pulang sekolah nanti, semoga saja.

$$$
“ chan yoel-ah… kamu enggak bawa motor?” kata Do kyung soo, teman sekelasku.

Aku mengangguk. “ ne…. aku lagi bosan pake motor”

“ makanya bawa mobil dong!!” ia tertawa

“ enggak mau…lebih seru naik bis tau”

Ia terkejut. “ morago? Kamu kan anak semata wayang pengusaha, masak naik bis?”

“lah…apa salahnya?” aku terus saja berjalan menuju gerbang sekolah.

Kyung soo memegang pundakku. “ pulang bareng aku aja deh! Supirku bentar lagi sampe”

“ gomawo… tapi aku pake bis saja” aku tetap kekeh pada pendirian.

“ ayolah! Kita jalan-jalan…” kyung soo mencoba membujukku.

Tiba-tiba aku mendapatkan ide. “ mendingan kamu ikut aku naik bis saja. Lebih seru kalo mau jalan-jalan pake bis.”

Ia berpikir sejenak. “ kayaknya boleh dicoba. Call…”

“Call” teriakku bersemangat.

“ aku telepon supirku dulu ya?”

Aku tertawa. “ ne… dasar anak supir”

“morago?”

$$$
Choi Yoon Ni POV
Aku dan hye sun sedang mencoba sabar menunggu bis. Kami berencana akan jalan-jalan sebentar sebelum pulang. Sudah lama kami tidak melakukan hal ini, berbelanja bersama. hoby gadis seumurankan tidaklah berbeda, hampir semuanya suka berbelanja.

Akhirnya bis itu datang juga. Aku dan hye sun hampir mengurungkan niat untuk pergi. Aku selalu memilih duduk di bangku paling belakang. Tempat itu sangat nyaman dan selalu kosong. Ada dua orang pemuda duduk di sana. Aku mengenali salah satunya, tetapi aku berusaha untuk tidak melihat ke arahnya. Aku sangat berharap ia tidak melihatku atau lupa kepadaku.

“ Yoon Ni-ah…aku yang duduk dekat jendela ya?” hye sun segera ke posisi yang ia inginkan.

“nde?” hye sun membuat aku kesal.

Pemuda itu melihat ke arahku dan tersenyum. “ annyeong… kita bertemu lagi.”

“ah…ne!” jawabku kikuk dan segera duduk disampingnya.

“ kamu mau kemana?” tanyanya

“ aku mau menemani teman aku berbelanja.”

Ia tertawa kecil. “ sama… aku juga mau menemani kyung soo jalan-jalan.”

“ we?” pemuda disebelahnya menoleh ke arahnya. “ wah… Chan Yoel-ah. Kamu berteman sama turis. Tapi kok dia pake seragam sekolah disini ya?”

Aku sebenarnya kesal, tetapi mencoba untuk tertawa. “ aku orang korea kok”

“ weo Yoon Ni-ah?” hye sun yang sedari tadi kelihatan bingung angkat bicara.

“ aniyeyo..ah..perkenalkan ini Chan Yoel dan temannya…?” aku lupa namanya

“ naneun kyung soo” ia memperkenalkan dirinya sendiri.

“ ah…. Chan yoel-ssi dan kyung soo-ssi! Boleh aku memanggilmu dengaan lebih santai?” hye sun mulai bertingkah.

Aku memelototinya. “ hye sun-ah!!!”

“ boleh…hye sun-ah” kata chan yoel.

“ne” kyung soo ikut mengiyakan.” Agar kita bisa berteman baik, ayo kita jalan-jalan bareng?”

“ide bagus” kata hye sun.

$$$
Hye sun dan kyung soo langsung akrab begitu saja. Sedangkan aku hanya terdiam dan terkadang membalas senyum dari chan yoel. Kami pun memetuskan untuk bermain bersama di taman hiburan. Sangat mengasyikkan bisa tertawa bersama mereka. chan yoel selalu baik padaku. Dia juga enak untuk diajak berbicara. Kita memiliki jalan pikiran yang sedikit sama. dia pendengar yang baik.

Saat pulang aku dan hye sun berpisah karena arah jalan pulang kami berbeda. Sedangkan kyung soo dijemput oleh supirnya. Yang tertinggal hanya aku dan chan yoel. Kyung soo menawarinya tumpangan, tetapi ia lebih memilih menemaniku pulang menggunakan bis.

$$$
Park Chan Yoel POV
Untuk menjadi teman Yoon Ni tidaklah sulit. Dia pasti menerima siapapun yang mau menjadi temannya. Kepribadian yang umumnya dimiliki orang, tetapi yang ia miliki sedikit berbeda. Aku menimang- nimang ponsel, dan sesekali melirik nomor telepon yang ada disana. Yoon Ni telah memberikan nomor teleponnya padaku. Menghubunginya sepagi ini pasti akan membuatnya berpikir kalau ada yang aneh denganku. Lagi pula aku tidak tahu harus memulai dari mana. Tidak ada alasanku untuk menghubunginya. Pertemanan kita diawali dari nol, tidak ada satu halpun kesamaan diantara kita.

Pada akhirnya aku menaruh ponselku di meja dan beralih ke depan komputer. Jenuh, bosan dan uring-uringan itu yang aku rasakan sekarang. Tidak biasanya dihari libur aku bangun sepagi ini. Udara sangat dingin, mungkin sebentar lagi salju akan turun. Aku akan melihat salju lagi setelah 2 tahun, aku rindu dengan salju.

Bermain dengan komputer tidak menghapuskan rasa bosanku. Tidak ada satupun teman atau siapa yang menghubungiku untuk mengajak jalan-jalan. Apa mereka masih tidur? Jam di dinding menunjuk pukul 11 siang. Aku melewatkan sarapan. Pembantu dirumah rupanya benar-benar serius menjalankan perintahku untuk tidak dibangunkan tadi pagi. Perut sudah mulai meronta. Aku harus segera makan.

$$$
“ajumma aku pulang dulu?” teriakku kepada bibi yang ada dibelakang rumahnya.

“ kau tidak tinggal sampai makan malam?” sahutnya.

Aku tersenyum. “gomawo ajumma… aku ada banyak PR jadi harus segera pulang” bohongku.

“ini kan rumahmu juga. Tunggu sebentar!ajumma ada beberapa sayuran, bawalah. Kamu masak sesuai kesukaanmu.” Ia berjalan ke dapur, membuka kulkas dan mengambilkanku sesuatu. “mianhae… ajumma belum sempat masak! Kwaencana?”

“ne….gomapsumnida!” mau tidak mau aku menerima pemberian bibi. “aku pulang dulu. Annyeong!”

Di hari minggu sudah menjadi rutinitasku membantu bibi dirumahnya. Dihari biasa ia selalu sibuk mengurusi usaha home bakerynya. Di hari minggu ia akan sibuk dengan tamannya. Aku senang bisa membantu, karena aku suka berkebun. Terkadang bibi dan paman sekeluarga mengajakku jalan-jalan bila sepupu-sepupuku ingin refreshing. Tidak lebih dari 5 menit aku sampai di rumah miniku.

Aku heran ada motor terparkir di depan rumah. Sangatlah tidak mungkin hye sun yang menggunakan motor itu. Selain itu kalau itu adalah Chan yoel, aku tahu kalau ini bukan motornya. Aku menaiki tangga menuju rumah atas atapku. Aku menebak-nebak siapa yang datang. Apakah ayahku? Tidak mungkin dia memiliki motor seperti itu.

Hampir saja aku menjatuhkan kantung sayur yang diberi bibi. Aku melihat kris oppa disana. Aku jelas- jelas tahu siapa pemilik pungung yang bidang itu. Tetapi ia tidak sendiri, hye sun juga ikut. Sudah aku duga, karena tidak mungkin ia datang sendiri. Ia tidak tahu rumahku.

“ Yoon Ni-ah…surprise!!!” teriak hye sun dan langsung menyambarku.

“annyeong…!” kata kris oppa sopan.

Aku masih berdiri mematung karena kaget. “ ne!” jawabku kaku

Hye sun tertawa. “kamu kenapa? Bengong aja disitu? Enggak mau bukain pintu?”

“oh…mianhae” seketika pipi aku memerah. Walaupun tidak akan terlihat karena warna kulitku yang gelap. Itu salah satu alasan aku bisa bersyukur berkulit gelap.

Kris oppa hanya tersenyum melihatku yang seperti mayat hidup. Sedangkan hye sun jingkrak-jingkrak seperti anak kecil. Beruntung tadi pagi aku sempat membereskan kamarku. Kalau tidak betapa malunya aku sekarang. Aku memasukkan kantung sayuran itu ke dalam kulkas dengan segera. Rumahkku hanya terbagi menjadi 3 ruangan. Kamar tidurku dengan televisi dan meja belajar kecil serta kasur kecil berwarna biru. Kemudian kamar mandi serta dapur dan ruang makan sekaligus ruang tamu yang menjadi satu. Di dapur ada isi dapur lengkap standar dengan kulkas kecil dan sebuah meja makan tradisional yang biasa dipakai keluarga korea sederhana.

“hye sun mau minum apa?” kataku masih terdengar gemetar.

“ coklat panas ada?” katanya sambil mempersilahkan kris oppa duduk.

“ oke!” aku segera menyiapkan air panas.

Hye sun terkekeh. “ kamu enggak menanyakan kris oppa? Kamu ini!”

“mianhae…sunb…eh kris oppa mau minum apa?emmm… cappuccino instan mau?” kataku sambil tersenyum terpaksa. Aku salah tingkah saat ini.

Kris oppa ikut tersenyum. “ johae…boleh deh!”

Sembari aku menyiapkan minuman, hye sun tidak hentinya mengoceh sana sini tentang rumahku dengan akrab kepada kris oppa. Aku hanya bisa melihat iri. Pikiran negatif terbersit dibenakku. Apa mereka numpang pacaran dirumahku? Untuk apa mereka sore-sore begini kerumahku? Bibirku hanya bisa komat-kamit menebak apa rencana mereka sebenarnya.

$$$
Hye sun sangat cerewet. Ia tidak memberikan aku kesempatan berbicara sedikitpu. Ia terus saja memotong pembicaraanku dengan kris oppa. Aku mengerti, mungkin ia mencoba membantuku yang memang hampir tidak bisa bicara karena nerveos. Kata hye sun, alasan mereka ke rumahku karena kris oppa yang memintanya. Benarkan? Aku tidak percaya?

“ bagaimana? Sudah mendekati jam makan malam. Apa kita makan bersama saja?” hye sun mencoba mengakhiri kebisuanku menghadapi kris oppa.

“ ide yang bagus!” kris oppa mengiyakan.

Aku bingung harus bagaimana. “apa kalian mau makan dirumahku? Aku akan memasakkan sesuatu.” Usulku.

Kris oppa terlihat tertarik. “chinca…sepertinya ide yang bagus.”

“anio..” hye sun langsung menolak dan menghancurkan rasa bahagiaku yang baru saja datang. “ kita tidak punya waktu untuk menunggumu memasak. Aku sudah lapar sekali.”

Aku menghela napas. “baiklah!”

“bagaimana kalo lain kali kamu memasak untukku, Yoon Ni-ah?” kris oppa mencoba menghiburku.

“ ne…ara! Tunggu aku sebentar. Aku akan ganti baju dulu.” Semangatku sudah hilang lagi.

Hye sun langsung saja menarikku ke kamar. “ jangan lebih dari 15 menit ya? Aku dan kris oppa akan menunggu diluar.”

$$$
Makanan pesanan kami sudah siap dimeja. Hye sun dengan lahap melahapnya, sepertinya dia benar-benar kelaparan. Sedangkan aku dan kris oppa makan seperti orang normal. Malahan porsi makanku lebih kecil dari biasanya. Aku memang tidak ada selera makan kalau harus makan diluar. Biasanya aku membawanya pulang, dan aku lebih suka makan masakanku sendiri.

Kris oppa terus saja melihat ke arah hye sun yang makan dengan lahapnya dan tertawa. Ia hanya sesekali melirik ke arahku yang makanya sangat sedikit. Kenapa aku harus ikut tadi? Bodohnya aku. Aku memasukkan beberapa suap nasi dan sup kimchi sambil menghela napas pelan, jangan sampai mereka melihatku melakukannya.

“ makanlah yang banyak!” kris oppa menaruh beberapa potong tumis daging dan paprika ke mangkuk nasiku.

Aku hampir membuka mulutku sangat lebar saking senangnya. “ne…gomawo!”

Ia tersenyum manis padaku. “ kamu sangat lucu!” pujinya

$$$
Aku berjalan pulang ke rumahku berdua dengan kris oppa. Hye sun telah pulang duluan tadi, ibunya menyuruhnya segera pulang. Sedangkan kris oppa, kris oppa pulang denganku bukan karena ingin mengantarku tetapi mengambil motornya yang ditinggal di rumah. Sepanjang jalan kami berdua hanya terdiam. Aku tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana.

“mianhae..” katanya tiba-tiba.

Aku mendongak melihat ke arahnya penuh tanda tanya. “weo?”

“aku menganggu hari liburmu.”

“oh…kwaenchana! Besok tidak ada PR, jadi tidak masalah” kataku masih terdengar gemetar

“kunde, kalo kamu ada PR…aku sangat menganggu dong?”

Aku jadi kelabakan dengan kata-katanya. “ anio…animida! Hanya…hanya…” aku bingung harus menjawab apa.

Kris oppa tertawa kecil. “ aku cuma bercanda! Kamu sangat lucu, selalu”

Perjalanan tadi rasanya sangat singkat. Kita sudah sampai begitu saja dirumahku. Aku ingin menahanya lebih lama, tetapi tidak mungkin. Akhirnya ia berpamitan pulang, dan membiarkan aku membiarkannya pergi dengan tidak rela dan hanya diam membisu. Aku ingin sekali bilang padanya kalau aku menyukainya. Tetapi aku tidak punya keberanian sama sekali.

$$$
Sejak malam itu aku semakin dekat dengan kris oppa. Ia selalu menghubungiku, walaupun hanya lewat pesan. Tetapi cukup membuat aku senang. Selain itu kami selalu bertemu di basecamp dan kantin, sayangnya hye sun selalu ikut. Sejak aku mulai dekat dengan kris oppa, hye sun jadi tahu basecampku dan kita selalu bertiga kemana-mana. Sedikit menyebalkan, tetapi dia tetap temanku.

Sempat aku berpikir bahwa hye sun juga menyukai kris oppa. Tetapi dia menyangkalnya, dan aku percaya karena aku menganggapnya sahabatku. Kami berempat, satunya teman kris oppa, sering berkumpul dirumahku untuk menonton film horror ataupun mencicipi masakanku. Dilihat dari gelagat teman kris oppa, Kim Jong Myeon, menyukai hye sun. siapa juga yang tidak akan tertarik padanya? Dia cantik, tipe gadis korea selatan yang ideal.

$$$
Park Chan Yoel POV
Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan Yoon Ni. Setiap aku berencana mengantarnya pulang, ia selalu bersama temannya itu, seorang gadis berfisik korea dan seorang pemuda tinggi yang terlihat seperti orang china. Mungkin pemuda itu pacar temannya Yoon Ni. Sempat terbersit dibenakku untuk menjemputnya saat berangkat sekolah, tetapi aku malu. Aku juga belum berani menghubunginya. Takut-takut dia akan salah persepsi. Malam ini aku berencana akan main-main ke rumah Do kyung Soo karena aku bosan dirumah. Ponsel aku berbunyi. Ada pesan masuk.

ANNYEONG…^^ INI AKU CHOI YOON NI pesan itu dari Yoon Ni

NE!ANNYEONG…YOON NI-AH

CHAN YOEL-AH… MIAN AKU BARU MENGHUBUNGIMU SEKARANG. AKU BARU MENEMUKAN NOMORMU! HEHE

OH…KWAENCHANA! WE GURRAEO?

KAMU SIBUK TIDAK MALAM INI?

ANIO…WEO? Balasku penasaran.

Cukup lama menunggunya membalas pesanku. KAMU MAU TIDAK DATANG KE RUMAHKU? KAMU TAHU KAN?

Aku membalasnya dengan antusias. ADA APA? AKU BISA ^^

KITA MAKAN-MAKAN! OTTHE? AJAK KYUNG SOO JUGA BOLEH.

Senang rasanya bukan kepalang. Aku berteriak, loncat sana-sini. NE..AKU AKAN DATANG. KUNDE, KYUNG SOO TIDAK BISA IKUT. TADI AKU BERENCANA KE RUMAHNYA, KUNDE IA SEDANG SAKIT. Aku berbohong.

SAYANG SEKALI…OKE DEH ^^ AKU TUNGGU. PWALIE!!! PYONG :p

Aku tertawa menerima balasannya. Sangat lucu penutup dari pesannya itu.

$$$
Yoon Ni terlihat menunggu di depan rumahnya. Apakah ia sudah lama menunggu? Aku segera memarkirkan motorku.

“ kamu datang juga Chan Yoel-ah! Kaja” katanya tiba-tiba naik ke atas motorku.

“weo? Kita mau kemana?” aku bingung

Ia tertawa. “ ke rumah bibiku…cuma 3 rumah dari sini. Motormu dibawa kesana aja.”

“oh ne… arasoe!” aku masih bingung.

Aku sempat berpikir kalau kita akan makan berdua dirumahnya. Tetapi ketika aku melihatnya menunggu di depan rumah, aku langsung berpikir ia akan mengajakku makan diluar. Namun sayangnya kita akan makan bersama keluarga. Sedikit kecewa tetapi aku senang juga bisa bertemu dengan dia lagi.

$$$
Choi Yoon Ni POV
Aku mengandeng chan yoel ke halaman belakang rumah bibi. Malam ini bibi mengadakan acara barberque kecil dirumahnya. Ia menawarkanku untuk ikut dan aku boleh membawa temanku. Pada awalnya aku mengajak hye sun, namun ia tidak bisa karena sudah ada janji dengan seseorang. Bibi sudah menyiapkan bahan yang cukup banyak, jadi aku harus tetap mengajak seseorang.

Sempat terbersit dipikiranku untuk mengajak kris oppa. Sayangnya aku tidak punya keberanian sama sekali. Dan saat itu juga aku mengingat chan yoel. Aku sedikit merasa bersalah padanya karena tidak pernah memperdulikannya. Ia adalah temanku juga, teman yang hampir terlupakan.  Apakah ia berpikir buruk tentangku? Semoga tidak.

“ajumma… kenalkan Park Chan Yoel! Ia temanku. Maaf baru mengenalkannya pada ajumma dan ajushi” aku sedikit tertawa.

Chan yoel dengan canggung memberi salam pada bibi dan paman. “ annyeong haseyo!”

“oh…. Benar! ajumma baru kali ini melihatnya.” Bibi terlihat berpikir. “lagian bukannya temanmu cuma hye sun? selain itu hanya teman-teman satu kelompokmu.”

Aku sedikit malu dengan perkataan bibi. ”ajumma….maksudnya apa? Aku punya banyak teman. Kebetulan saja hye sun memang paling suka bermain ke sini.”

Bibi tertawa terbahak. “arasoe…lihat pipimu merah sekali.”

“ajumma, sangat tidak mungkin pipiku merah…lihat kulit aku gelap! Merong!!” aku sudah biasa bercanda dengan bibi

Chan yoel hanya terdiam. Ia mungkin bingung dengan kelakuanku dan keluarga bibiku. Sepupu-sepupuku juga tidak henti-hentinya menempel di kakiku. Mengajak aku bermain ini dan itu.
“ajumma aku akan membantu ajushi memanggang!”

Chan yoel yang sedari tadi juga diglayuti sepupuku akhirnya berbicara. “biar aku saja. Bukankah memanggang itu pekerjaan pria?”

Aku dan bibi hampir serempak menoleh ke arahnya. Kami berdua melihat dari ujung kaki sampai kepalanya. Memperhatikan setiap milimmeter penampilan chan yoel. Chan yoel bengong dan bingung. Setelah beberapa menit memperhatikan chan yoel dengan tatapan seorang detectif, aku dan bibi tertawa terbahak-bahak. Chan yoel sama sekali tidak bisa menebak apa yang ada dipikiran kami.

“ sudahlah…biar ajumma saja yang membantu. Kalian berdua mengobrol sana.” Bibi masih senyum-senyum

Aku juga masih senyum-senyum geli .”ne ajumma…gomawo!”

Chan yoel tetap membisu. Terlihat penuh tanda tanya diatas kepalanya. Sesekali ia melihat dirinya sendiri dari ujung kaki sampai kepalanya. Mungkin ia berpikir. Apakah ada yang salah dengan penampilanku? Sebelum ia berpikir yang buruk dengan dirinya sendiri, aku harus segera menjelaskannya.

“ kaja kita duduk disana! Sebelum sepupuku mengejar kita lagi.” Aku tertawa dan menggandeng tangannya.

$$$
Park Chan Yoel POV
“mianhae!” yoon ni memulai pembicaraan dengan sedikit tersenyum

“weo?” kataku masih bingung.

Ia semakin terkekeh. “ tadi aku dan bibi tiba-tiba tertawa. Kami bukan menertawakanmu karena ada yang aneh dengan penampilanmu.”

Aku menghela napas. “jadi memang penampilanku.”

“anio” ia segera memotong helaan napasku yang berikutnya. “ bukan begitu maksudku…ah bagaimana? Aku salah bicara lagi”

Aku melihat-lihat penampilanku. Menimbang-nimbang apa ada yang salah. Yoon Ni terlihat khawatir, ia bingung harus memulai menjelaskan dari mana.

“begini!” ia memulai menjelaskan. “ kami tertawa bukan karena penampilanmu. Tidak ada yang salah dengan itu, hanya ketika kamu menyebut kata ‘pria’…” ia membuat tanda kutip saat menyebut kata terakhir. “ menurut kami itu lucu. Kamu hanya seorang pelajar SMA, masih remaja. Dan kamu menggunakan kata ‘pria’?”

Aku masih tidak mengerti. “memangnya apa yang salah?”

“ Chan Yoel-ah…begitu saja tidak mengerti? Bisa-bisanya menyebut dirimu ‘pria’?” ia kembali membuat tanda kutip setiap menyebut kata pria.

“ aku memang pria kan? Bukan wanita?” aku masih saja tidak mengerti.

“ah…susahnya ngomong sama kamu. Kamu tidak cocok tahu bilang kalo kamu pria. Kamu adalah pemuda” Yoon Ni mulai kesal.

“aku tidak mengerti?”

“sudahlah lupakan…intinya jangan di ambil pikiran tindakan aku dan ajumma tadi. Ayo kita makan! Noemu begoppuda!”

Aku mengiyakan saja keinginannya. Aku tidak mau ambil pusing dengan itu semua. “na tto”

Berkumpul dan bercanda dengan Yoon Ni dan keluarganya sangat mengasyikan. Aku tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Tentunya sejak ibuku tiada. Ayah terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Terkadang aku dan ayah juga menghadiri acara seperti ini yang diadakan teman ayah. Tetapi suasanya terasa berbeda. Yoon Ni dan keluarganya menyambut aku dengan hangat, seperti aku adalah bagian dari keluarga ini.

$$$
Pagi ini aku sudah berjanji dengan Yoon Ni akan berangkat sekolah bersama. ia sama sekali tidak menolakku. Ia menerima dengan senang tawaranku. Katanya ia sudah bosan harus selalu sendiri tiap berangkat ke sekolah. Aku dan ia telah sepakat akan menggunakan motor saat udara tidak terlalu dingin, dan menggunakan bis saat udara dingin. Lucunya, ia berjanji tidak akan membuat aku menunggu lama karena ia bukan tipe gadis yang akan berdandan terlalu lama.

Yoon Ni sudah menunggu di depan rumahnya. “hai…!” ia melambaikan tangan padaku.

“ pakai ini!” pintaku.

“ah…aku lupa membeli helm. Hari ini aku pinjam ya? Lain kali aku akan bawa punyaku sendiri.” Katanya.

Aku tertawa. “tidak perlu…ambil saja. Ini sebagai hadiah pertemanan kita? Oke?”

“ne…” ia sudah siap dibelakngku. “kita tidak hanya teman. Kita sahabat. Ne?”

“ah…ne” aku senang ia menganggap aku sahabatnya.

$$$
Choi Yoon Ni POV
Aku terus saja tersenyum membaca tiap pesan yang dikirimkan Chan Yoel ke ponselku. Ia termasuk orang yang lucu juga. Ia juga pendengar yang baik. Ia selalu setia memberi aku masukan atas semua masalahku. Selain itu ia selalu ada setiap aku membutuhkannya. Ia akan senang hati menemaniku jalan-jalan. Terkadang aku yang memintanya, tetapi ia yang lebih sering mengajakku.

Aku tahu semua tentangnya. Tentang ayahnya, semua tentang dirinya. Ia juga menceritakan aku bagaimana Indonesia dan mengajari beberapa kalimat yang juga sepertinya pernah diajari nenekku. Dari itu juga akau tahu kalau kita pernah bertemu selain di bis. Ternyata ia orang yang pernah mengira aku seorang turis. Aku selalu tertawa mengingat hari itu.

Entah mengapa Jong In juga tidak pernah mengangguku lagi. Maksudku, ia tetap mengangguku tetapi tidak separah sebelumnya. Ia tidak pernah memanggilku ‘ballerina bantet dan tidak berbakat’. Rupanya ia sadar kalau ejekannya yang itu membuat aku sangat sakit hati.

Hubunganku dengan kris oppa semakin membaik. Kami menjadi teman baik. Jun Myeon sunbae, teman kris oppa juga telah menjadi teman baikku. Aku dan Jun Myeon sunbae adalah pasangan yang pas dalam hal membuat lelucon. Kami sangat kompak. Namun ada yang aneh, sepertinya ia menyukai hye sun. ia sangat perhatian pada hye sun. sayangnya hal itu membuat hye sun kesal.

Aku, kris oppa, hye sun, dan Jon Myeong Sunbae berencana untuk menonton film bersama di bioskop sore ini setelah pulang sekolah. Ini pertama kalinya aku menonton film di bioskop dengan kris oppa. Aku sangat bahagia. Walaupun tidak berdua saja, aku cukup senang. Setiap aku senang, aku ingin sekali segera memberi tahu Chan Yoel. Ia selalu mendengarkan ceritaku, apapun bentuknya. Ia memang sahabatku.

“kaja…kita harus cepat, sebelum tiketnya habis!” kata Jun Myeon sunbae.

Hye sun memelototinya. “kenapa kamu tidak membeli tiketnya kemaren?”

“ bisakah kamu memanggilku oppa? Kalo kris kamu panggil oppa.” Ia tampak kesal. “ kamu juga Yoon Ni-ah…ganti sunbae itu dengan oppa.”

Aku tertawa. “mianhae…hanya saja sulit untuk menyebutkannya.”

“sudahlah Jun Myeon-ah… Yoon Ni memang begini orangnya. Aku saja terkadang masih dipanggil sunbae! Bersabarlah…”

“arassoe…kaja!” Jung MYoon menarik tangan hye sun.

$$$
Kris oppa meraih tanganku kemudian menaruhnya di pinggangnya. Motor yang kami kendarai melaju dengan pelan. Aku tidak menyangka kalau kris oppa akan melakukan hal itu. Menyuruh aku berpegangan erat pada pinggangnya. Aku sama sekali tidak mengharapkannya. Pipiku terasa panas karena malu. Tetapi tentu saja ia tidak akan tahu. Aku mencoba untuk mengendalikan perasaanku, jangan sampai aku terlihat memalukan karena senangnya.

To be continued....

Preview next chapter

Sampai saat ini ia belum menyadari betapa aku menginginkannya. Betapa aku ingin selalu berada di dekatnya dan melihat ia terus tertawa. Aku tidak tahu apa yang ia pikirkan tentangku sekarang. Mengapa aku sama sekali tidak bisa mengerti apa yang ia mau? Apakah ia tidak menyukaiku? Apa ia memiliki perasaan yang sama denganku  atau tidak?

Siapakah yang berpikir diatas? hayo tebak..... 

Tidak ada komentar: