Lama sudah aku tidak jalan-jalan
menikmati sore yang tenang. Hampir 2 bulan aku tidak pernah menanggalkan
baju rumah sakit, dan kini aku
menaggalkannya. Seseorang menggenggam tanganku erat, seolah ia tidak ingin berpisah
denganku. Aku sangat mencintainya, tetapi itu membuat aku sedih. Haruskah aku
katakan semuanya?
“kenapa terdiam terus?” katanya,
ia menghentikan langkahnya.
“nde?” aku mencoba untuk
menatapnya.
Ia tersenyum. “lupakanlah…”
Kami kembali berjalan dan
terdiam. Dikejauhan terdapat kursi taman yang kosong. Ia menarikku kesana dan
mempersillahkan aku duduk.
“tidak ada yang ingin kamu
katakan?” ia memecah kesunyian diantara kita, lagi.
“mwo? Aku tidak mengerti” kataku
lirih.
Ia tertawa kecil. “baiklah…aku
akan mengulanginya. Memang tidak sopan mengatakannya lewat telepon. Dan
sekarang aku sudah kembali, aku akan mengatakannya langsung.”
Aku menatapnya cemas. Aku tidak
berharap ia akan mengungkitnya lagi. Aku bahkan selalu berdoa ia tidak kembali
sebelum hari itu tiba. Hari dimana aku harus pergi.
“dengarkan baik-baik…” ia
memegang tangan kananku dan menatapku serius. “saranghae…saranghamnika!”
katanya mantap dan tersenyum padaku.
Akhirnya ia mengatakannya lagi.
“nde?” kataku, mencoba tidak mengerti untuk mengulur waktu.
“aku harus mengulanginya lagi?”
ia tertawa kecil. “baiklah…aku tidak akan pernah bosan.” Ia berubah serius
lagi. “aku bukan namja romatis, jadi aku hanya bisa mengungakapkan perasaanku
padamu dengan satu kata. Kata ini tidak terdefinisi, jadi sama seperti
perasaanku yang tidak terbatas padamu.”
Aku menatapnya memohon. Tolong
jangan katakan kata-kata itu lagi, karena kata-kata itu akan menyakitimu.
“sarangahae…” ia menatapku penuh arti. Meminta jawaban dariku.
Aku tertunduk, menahan tangis.
Apa yang harus aku lakukan? Haruskan aku melukainya sekarang? Atau haruskah aku
membuatnya senang kemudian melukainya? Aku harus memilih.
“otthe?” tanyanya lagi.
“emmm…mianhae! Aku tidak bisa…”
kataku mantap. Aku harus melakukan ini.
“mwo? Apakah kamu membenciku?
Apakah kamu tidak menyukaiku? Atau kamu menyukai orang lain?” ia terlihat tidak
bisa menerima.
Aku menarik tanganku dari
genggamannya dan melangkah menjauh darinya yang masih duduk dan menatapku tidak
percaya. Ia meminta penjelasan dariku.
“aku tidak bisa menerima cintamu,
mianhae. Lebih baik jangan temui aku lagi, karena akan sangat berat bagiku
harus terus melihatmu. Mianhae….aku pergi” aku tidak berani menatapnya.
“tunggu” panggilnya.
Aku menghentikan langkahku
perlahan. Dadaku mulai sesak. Airmata sudah memenuhi mataku dan hendak
menerebos keluar.
“weo? Kenapa aku tidak boleh
bertemu denganmu lagi? Aku terima kamu tidak menerima cintaku. Tetapi aku mohon
izinkan aku tetap disampingmu.”
Aku mencoba terdengar biasa,
normal. “aku tidak mau melihat wajahmu lagi. Hanya itu! aku ingin sendiri, aku tidak mau selalu dibayangi
olehmu. Aku tidak suka itu” kataku kasar tanpa berani menatapnya.
“tatap aku kalau bicara!”
“kyu hyun-a…” aku menarik napas.
“aku tidak menyukaimu. Aku tidak mau bertemu lagi denganmu. Jangan temui aku
lagi. Cukup, ini pertemuan yang terakhir. Aku mohon dengarkan permintaan
terakhirku.” Aku berlari meninggalkannya.
“yakkk…aku tidak mengerti
maksdumu. Tunggu” teriaknya.
Aku terus berlari menjauh.
Napasku mulai tidak teratur. Perlahan aku berhenti berlari setelah memastikan
ia tidak mengikutiku. Kepalaku tiba-tiba terasa sakit. Aku berusaha menahan
rasa sakit itu. tanpa aku sadari aku mulai menangis, bukan karena kepalaku yang
terus berdenyut. Tetapi karena hatiku yang terasa perih.
“mianhae kyu hyun-a… aku tidak
menyukaimu, tetapi aku sangat mencintaimu”
Kepalaku semakin terasa sakit.
Sesuatu mengalir dari hidungku. Aku segera mengelapnya dengan sapu tanganku.
Sebercik darah menghiasi sapu tangan putih itu. aku tertawa kecil. Keputusanku
benar, ia tidak perlu tahu semua ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar