Sedikitpun aku tidak pernah
mengalihkan perhatianku darinya. Disaat ia tertawa dengan teman-temannya, aku
akan mencuri sedikit percakapan mereka untuk tahu apa yang membuat ia senang.
Mungkin dengan bertanya langsung padanya akan membuat lebih simple, tetapi
tidak se-simple itu.
“kamu mau kemana?” aku menghentikan langkahnya.
Ia menoleh. “emmmm….biasa, mau
menonton pertandingan basket”
“aku ikut eoh?” pintaku, berharap
ia mengiyakan.
“tumben, hyuk jae-a?”
“aku hanya ingin tahu lebih jauh
tentang basket. Mau mencoba olah raga baru. Sebagai awalnya, lihat
pertandingannya dulu.” Aku harus terdengar meyakinkan.
ia terlihat berpikir.
“Baiklah….kaja! Pakai motormu eoh?”
Untuk kesekian kalinya jantungku
berdegup dengan kencang saat aku memboncenginya dengan motor kesayanganku.
Tanpa ragu ia selalu melingkarkan tangannya dipinggangku. Sesekali ia
mengajakku mengobrol, dan tidak jarang kami hanya terdiam. Sibuk dengan pikiran
masing-masing.
“sudah sampai!” kataku.
“yakkkk…goyangi-a!” seorang
namja melambaikan tangan ke arah kami.
“goyangi-a…” panggilnya lagi
Dia tersenyum. “oppa….aku punya
nama. Jangan panggil aku goyangi (kucing)” dia menghampiri namja itu.
“nugu?” namja itu melirik ke
arahku.
“lee hyuk jae…” ia memperkenalkan
aku pada seorang namja. terlihat dari bajunya, namja itu pemain basket.
“oh….. Choi Si Won imnida” ia
menjabat tangannku. “namjachingu?” ia kembali menggodanya.
Dia terkekeh. “ania…kaenyang
chingu!”
“kaja…pertadingannya akan
dimulai”
Aku hanya mengikuti mereka dari
belakang. Mereka terlihat sangat akrab. Dia melingkarkan tangannya di lengan
siwon mesra. Entah kenapa aku begitu dongkol, kesal. Ingin rasanya aku
menariknya dan memisahkannya dari siwon.
Lagi-lagi aku tidak dianggap ada. Dia sedang asyiknya
bersendau gurau dengan siwon. Mereka sangat menikmati itu, dan aku sebagai
penonton hanya gigit jari. Syukurlah wasit memberi aba-aba untuk memulai
pertandingan.
“Hwaiting oppa…. Awas kalau
kalah” dia memberi semangat pada siwon.
Menarik hidungnya. “arayoe…
goyangi-a”
“hahhhhh….” Dia menghela napas
dan duduk disampingku.
Aku menatapnya terus. Kesal dan
penasaran.
“mwo?” dia menoleh. “kenapa
melihatku terus? Ada yang aneh denganku?”
“ania” bantahku. “emmmmm….kamu menyukainya?”
“ne…noemu joahe!” dia tersenyum
lembut. Fokus matanya terus mengikuti kemana siwon berlari dilapangan basket.
“oh….” Nada suaraku terdengar
kecewa.
Dia menatapku lagi serius. “weo?”
“obsoyoe…” aku tertunduk. “apa
karena dia kamu sampai berdandan feminim kemarin?” tanyaku ragu.
“mollayoe!” jawabnya enteng.
“mungkin….atau juga tidak. Menurutmu?”
“kenapa bertanya balik padaku?”
Dia terkekeh. “hyuk jae-a…. kamu
aneh sekali hari ini? Bukannya kamu benci basket? Kenapa tiba-tiba ingin ikut
menonton pertandingan? Terus ada apa mengintrogasiku begini?”
“aku kan sahabatmu.…tidak boleh
tahu? kamu tidak pernah cerita sey” aku membela diri.
“sekarang sudah tahu kan?” ia
menyikutku.
“appo!” aku balik mencubit
pipinya.
“yakkkk… lee hyuk jae!
Appo…andwae” teriaknya.
Aku hanya tertawa. Mencoba
menyembunyikan kekecewaaanku. Semuanya sudah terjawab. Namja itu –siwon- yang
ia sukai. Siwon yang mampu merubahnya. Dan aku bukan apa-apa. sekali lagi aku
ingin memastikan.
“benar kamu menyukainya?” tatapanku
serius.
Tawanya perlahan menghilang.
“ne…” dia melihat ke arah lapangan lagi. “noemu joahe!”
“chukkae!” aku mencoba terdengar senang. “aku rasa ia
juga menyukaimu”
Jawabannya hanya sebuah anggukan,
tidak lebih. Aku mencoba tersenyum. Mencoba bahagia karena ia bahagia. Sempat
terbersit, ia mungkin menyukaiku. Tetapi ternyata hanya khayalan. Dia adalah
sahabatku, dan itu lebih dari cukup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar