Aku berdiri ragu menatap cermin. Aku mencoba tersenyum dan
menatap diriku yang terpantul dicermin dengan mantap. Akhirnya aku memantapkan
diri. kita tidak tahu kalau akan berhasil, sebelum dicoba.
Di kejauhan aku melihatnya
tertawa terbahak bersama teman-temannya. Ragu-ragu aku melangkah untuk
menghampirinya. Sekali lagi aku melihat diriku yang terpantul di jendela. aku
harus yakin dan berani.
“wooow…daebak!” katanya
mengiringi yoejadeul yang melintas didepannya.
Aku berdiri tepat didepannya. “
hyuk jae-ah…” aku tersenyum.
“ha?” ia menatapku bingung. “minggir…..kamu
menghalangi pandanganku”
“oh….mian!” aku menyingkir.
Aku memang gagal. ia tidak
memperhatikan perubahan yang terjadi padaku. ia selalu memandangku sebelah mata,
karena aku bukan siapa-siapa.
“tunggu dulu!” ia menoleh padaku
yang duduk didekatnya. “kamu… sepertinya ada yang berbeda?” ia memperhatikanku
dari kepala sampai ujung kaki.
Aku tersenyum senang. Ia memperhatikanku.
“chinca?” kataku malu-malu
“apa ini?” ia memaksa aku
berdiri. “kenapa rambutmu tergerai bukan diikat seperti biasa? Kenapa penampilanmu
sangat feminim? Kenapa pipimu merah, demam?” ia menaruh punggung tanganya di
keningku. “kenapa pakai heels? Tidak takut jatuh? Bibirmu kenapa? Habis makan
pedas?” kemudian ia tertawa bersama teman-temannya.
“aku….aku….aku” kataku terbata.
Melihatnya menertawaiku, hatiku
terasa sangat sakit. Aku memutuskan untuk meninggalkannya dan pulang. Dadaku terasa
sesak, airmataku tidak bsa terbendung lagi. Kenapa ia melakukan ini padaku? apa
aku tidak pantas berubah?
Sore harinya…..
“keluarlah…hyuk jae menunggumu
diluar” kata oemma
Tanpa banyak bicara aku menuruti
perintah oemma. Aku menatap cermin sekali lagi. Aku tidak mau terlihat seperti
baru selesai menangis. Beruntung mataku
tidak bengkak, begitu menurutku.
“kenapa kamu pulang tadi? Aku cari-cari
di kampus, kamu tidak ada” dia duduk tepat disampingku.
Aku mencelup kakiku ke kolam
renang. “ania… aku hanya tidak enak badan” bohongku
“kamu masih demam?” ia menaruh
punggung tangannya lagi di keningku. “sepertinya sudah baikan”
“ne…” jantungku berdetak kencang.
Lama kami terdiam. Tatapanku hanya
mengarah pada bagian tengah kolam renang. Sedangkan ia, tidak tahu kemana dan
apa yang ia pikirkan.
“mianhae…” ia memecah kesunyian. “aku
memang keterlaluan! Yeppose…”
Aku menoleh ke arahnya. “nde?”
“yeppo… kamu sangat cantik tadi. Hanya
saja….” Ia terdiam
“mwo?” aku menatapnya penuh
harap.
“aku tidak menyukainya… kamu yang
tadi bukan dirimu sendiri. Kamu jadi feminim?” ia tersenyum kecil. “aku tidak
bisa membayangkan, namja mana yang bisa membuatmu berubah seperti ini.”
Ia tidak menyadarinya? Ia tidak tahu mengapa aku merubah diriku
seperti itu. aku hanya tersenyum, miris. Tetapi aku tetap bersyukur, ia menyukaiku
apa adanya sebagai sahabatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar